Selasa, 17 Februari 2009

Kongkow about Wawancara

Kongkow about Wawancara

Sore yang dingin kali ini penulis mendapatkan momen dan pelajaran yang sangat bernilai. Walau patner-patnerku tidak semua datang dalam acara sekolah menulis informatika (salah satu buletin mahasiswa di Kairo) tapi tidak begitu mengheningkan suasana. Apalagi mas Syukur yang sore ini pandai bicara dan menerangkan mengenai modal berwawancara kepada kita. Banyak ilmu yang beliau kasihkan ke kita dan itu memang sebenarnya harus kita tahu sebagai orang-orang jurnalis.


Pertama kali yang beliau lakukan adalah memberikan dua carik kertas kepada kita yang isinya adalah tekhnik berwawancara. Isinya sederhana tapi mengena, ada macam-macam wawancara seperti khalayak, ini adalah model wawancara yang dilakukan sorang wartawan dengan terjun langsung ke lapangan dengan khalayak ramai. Yang kedua adalah Mendadak, model ini terjadi ketika wartawan dan nara sumber bertemu secara tidak sengaja dan tak terduka. Ketiga adalah Personal, maksudnya ialah wawancara hanya dengan satu nara sumber saja dan ada model yang lain juga yaitu telepon, tertulis dan orang banyak. Bedanya orang banyak dengan khalayak adalah nara sumber sistem wawancara orang banyak tertuju kepada para tokoh diberbagai bidang.

Selain mas syukur mengenalkan macam-macam wawancara, beliaupun juga memberikan arahan yang perlu si wartawan punyai misalnya cerdas, waspada, rasa ingin tahu, perduli, berakal panjang, peka, dan berani berbeda. Cerdas yag dimaksud disini bisa berarti banyak, misal kecerdasan memilih tema, menyusun pertanyaan, melontarkan pertanyaan, kecerdasan membaca situasi dan lain sebagainya. Dan kecerdasan ini perlu kita latih, beliau sempat menerangkan bahwa inti dari kecerdasan disini adalah bagaimana kita bisa konsentrasi (fokus)dengan apa yang sedang kita hadapi, karena kecerdasan itu tidak pandang siapa itu anak tukang becak atau anak seorang profesor, karena Alloh sangatlah adil dalam memberikan kecerdasan pada insan melainkan gimana kadar mereka menggunakan konsentrasi mereka dalam menanggapi suatu masalah. Beliau juga memberikan permisalan bagaimana imam syafi’i belajar, beliau menutup kertas yang satu yang telah di hapal lalu membaca kertas yang satunya lagi agar bisa fokus, so hasilnya pun very perfect. Yang perlu kita soroti juga tentang “berakal panjang”, ini maksudnya adalah seorang wartawan tidak cukup hanya memiliki bekal berupa kecerdasan, tapi dia juga harus mampu membaca kemungkinan-kemungkinan dua atau tiga fase berikutnya, contoh : ketika wartawan ingin bertanya kepada nara sumber tentang suatu masalah, maka berbagai kemungkinan jawaban yang akan diberikan oleh nara sumber sudah mampu dibaca oleh sang wartawan, sehingga dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut dia bisa mampu membuat bayangan pertanyaan lanjutan.

Beliau menambahi juga bahwa ketika kita sedang wawancara dengan nara sumber, kontak mata kita harus dijaga, jangan hanya melihat ke bawah atau melihat terus-menerus kepada nara sumber, tapi kita bersikap sopan dan cukup memandang sekitar kita seadanya saja. Akhirnya acara yang dimulai pada jam 16.30 ini berakhir pada jam 19.00. Akupun langsung cabut, karena aku tuh orangnya ngga suka kalau lama-lama di luar, pasti kepengin cepet-cepet pulang ke rumah. Nda tahu nih, padahal ngga terlalu spesial juga rumahku, tapi aku memang sukanya ngga mau keluar rumah, anda tahu kenapa???secret donk.

Cairo, 2009 Februari, 16


1 komentar:

Nihaya mengatakan...

kebetulan, aku masuk tim jurnalis juga loh di kampus.
hmmm